GRANDPARENTING

Mempunyai anak merupakan suatu anugerah tersndiri untuk orang tua, apalagi untuk pasangan muda. Tentu saja pada umumnya orangtua sangat ingin mengasuh sendiri anak-anaknya, meluangkan banyak waktu untuk mereka. Tetapi bagaimana dengan pasangan yang sama-sama bekerja? Mau tidak mau mereka membutuhkan pengasuh untuk anak-anaknya. Namun tentu saja mendapatkan pengasuh yang bisa dipercaya, perhatian dan dapat mencurahkan kasih sayang secara tulus sangat sulit. Pada akhirnya pilihan terakhir adalah menitipkan anak pada kakek dan neneknya.

Pengasuhan yang dilakukan kakek dan nenek sering disebut grandparenting. Bisa diartikan grandparenting adalah kesempatan kedua yang lebih besar atau hebat (grand) untuk menjadi orangtua (parent) “kembali”. Sehingga tidak heran banyak kakek-nenek yang ingin terlibat dalam pengasuhan cucu mereka. Tidak jarang pula kakek-nenek ingin terlibat dalam pengasuhan cucu-cucunya dengan alasan untuk ‘menebus dosa’ atas kesalahan atau ketidakmampuan ketika membesarkan anak-anaknya.

Sistem kekeluargaan di Indonesia membuat orang-orang terdekat seperti kakek dan nenek menjadi pemeran pengganti saat orang tua terutama sang ibu saat bekerja. Selain karena kedekatan hubungan antara nenek dan kakek serta kepercayaan orangtua terhadap keduanya, faktor yang menjadi penyebab ikut campurnya kakek-nenek dalam pola asuh anak adalah karena orangtua masih tinggal serumah dengan kakek-nenek, atau karena jarak rumah orang tua dengan kakek-nenek berdekatan. Pada awalnya mungkin terkesan biasa-biasa saja, namun lama kelamaan pada beberapa kasus akan terjadi masalah dalam pola pengasuhan ini. Pada umumnya anak akan cenderung manja dan kurang mandiri.

Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan pola asuh antara orang tua dengan kakek-neneknya. Pola asuh kakek dan nenek seringkali longgar dalam disiplin dan aturan dan cenderung tidak konsisten dengan aturan yang selama ini dijalankan.

Kemandirian yang selama ini coba untuk diterapkan oleh orangtua sedikit demi sedikit akan bergeser dengan penerapan pola asuh kakek dan neneknya yang akan selalu membantu cucunya dalam segala hal. Misalnya mengambilkan minum, makan, berpakaian, bahkan bermain. Mereka cenderung protektif terhadap cucunya. Contohnya, anak yang berumur 7 tahun belum dapat mengikat sepatunya sendiri. Ini mungkin terjadi karena selama dalam pengasuhan kakek-neneknya, ia selalu dibantu untuk mengikatkan tali sepatunya. Banyak alasan yang dikemukakan kakek-nenek dalam masalah ini, seperti tidak mau repot (karena menunggu lama si cucu melakukan sesuatu), karena kasihan, karena sayang, takut celaka, dan sebagainya. Akibatnya, anak menjadi kurang mandiri. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi proses pekembangan seorang anak.

Dampak lainnya bisa membuat si kecil akan berusaha mencari prlindungan kepada kakek-neneknya jika mereka merasa orangtuanya tidak berpihak pada mereka, misalnya dilarang atau dimarahi karena melakukan sesuatu. Mereka akan mencari perlindungan kepada kakek-neneknya. Si kecil akan menemukan kenyamanan bersama mereka, karena tidak dimarahi dan pasti akan dituruti kemauannya.

Direktur Behaviour Center Klinik Pradista, Sartono Mukadis, mengatakan pola asuh yang berbeda antara orangtua dan kakek-neneknya akan membuat si kecil tidak memiliki pegangan atau patokan yang jelas bagaimana seharusnya berperilaku. Ia menyarankan sebaiknya kakek-nenek dapat menyesuaikan pola asuh yang telah diterapkan orangtua si kecil. Mereka harus diajak berkomunikasi dalam pola asuh si kecil sehingga diharapkan mereka dapat menyadari bahwa sang anak (orang tua si kecil) memiliki nilai-nilai dan cara sendiri dalam mendidik anaknya.

Penerapan pola asuh mandiri dengan disiplin dan aturan tertentu yang selama ini diterapkan orangtua bukannya tanpa tujuan. Mereka menginginkan si kecil dapat berperilaku baik. Tidak ada yang salah antara pola sauh yang diterapkan orang tua dengan kakek-neneknya asalkan didasari dengan komunikasi dan kesepakatan yang baik antara orangtua dan kakek-nenek mengenai aturan-aturan yang seharusnya diterapkan. Yang lebih penting lagi adalah penerapan yang konsisten terhadap peraturan ini. Tentu saja tidak harus terlalu strict. Ada waktu-waktu tertentu peraturan dapat berubah, tentu saja dengan aturan main yang jelas. Misalnya, orangtua melarang makan es krim, sementara kakek-neneknya mengizinkan, maka bisa dibuat kesepakatan  bahwa si kecil boleh makan es krim jika ia berperilaku baik atau mendapatkan nilai yang baik di sekolahnya.

Seringkali orangtua dan kakek-nenek tidak menyadari bahwa anak memerlukan waktu, proses, tenaga, dan pikiran jika berada ditengah situasi pola asuh yang berbeda. Mereka membuthkan kesemuanya itu untuk beadaptasi dalam 2 pola asuh yang berbeda. Selain itu terdapat perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam proses adaptasi ini. Anak laki-laki cenderung lambat dalam kematangan emosi dibandingkan dengan anak perempuan. Menurut Psikolog dari Jagadnita Consulting, Sri Ratna Sulistiantini, Psi., Anak perempuan mempunyai sense of responsibility yang tinggi dalam hal tanggung jawab dan disiplin.

Lalu bagaimana menyiasati permasalahan yang sering terjadi dalam pola asuh ini? Bila situasi dimana kedua orangtua bekerja usahakanlah :

  • Jika dalam keadaan terpaksa harus menyerahkan si kecil untuk diasuh kakek-nenek, sebaiknya orangtua tetap berperan dalam mendampingi dan secara perlahan tetap menyelipkan aturan dan disiplin seperti biasanya.
  • Lakukan komunikasi dengan kakek-nenek bahwa selama ini orangtua menerapkan aturan dan disiplin tertentu. Komunikasi ini perlu agar kakek-nenek mengetahui pola asuh berupa aturan dan disiplin yang selama ini diterapkan orantua. Kemudian berikanlah paparan aturan dasar yang akan diterapkan pada seluruh anggota keluarga. Misalnya larangan menonton televisi selepas Magrib. Aturan tersebut harus dipatuhi oleh setiap anggota keluarga termasuk kakek-nenek. Dengan demikian anak diharapkan tetap mengikuti pola asuh yang selama ini diterapkan oleh orangtuanya.
  • Perlahan memberikan pengertian kepada kakek-nenek bahwa pola asuh yang diterapkan orangtua akan mempengaruhi proses perkembangan anak menuju arah yang diharapkan yaitu berpeilaku baik sesuai dengan norma-norma yang ada. Juga beri pengertian bahwa pola asuh orangtua akan membuat anak menjadi lebih mandiri dan ini baik untuk proses perkembangan anak.
  • Kalaupun anak harus diasuh oleh kakek-nenek, orangtua tetap harus memiliki waktu untuk menjalin komunikasi dengan anak. Sehingga diharapkan figur orangtua tetap melekat dalam diri anak. Sekecil apapun waktu yang dimiliki orangtua, komunikasi dengan anak tetap harus dinomorsatukan.
  • Orangtua memiliki keberanian berbicara kepada orangtua atau mertua. Tentu saja cara penyampaian pola asuh ini harus dengan baik-baik dan rendah hati. Gunakan kata ‘mohon pertolongan’, karena secara pikologis maknanya kuat sekali.
  • Hindari perselisihan atau perdebatan dengan kakek-nenek di depan anak. Hal ini karena anak merupakan pengamat yang sangat baik. Hendaknya dibicarakan empat mata antara orangtua dan kakek-nenek.
  • Membiasakan pertemuan yang teratur, sekedar menjaga keakraban. Misalnya makan malam bersama keluar

2 thoughts on “GRANDPARENTING

  1. sy juga menitipkan anak pada ortu hasilnya luar biasa semua aturan yg telah kami buat selalu kembali ke nol karena kakek neneknya terlalu menanjakan anak2 sy jg jd sering cekcok sm krn urusan anak2 jd bingung jg

    • Dear Ibu Mary,

      Semoga saat ini permasalahan ibu dengan orang tua dapat teratasi. Saya juga mengalami masalah, tapi tidak terlalu terekspos keluar(terlihat) karena umumnya kakek nenek akan memiliki lebih banyak excuse terhadap cucunya. Begitu pula dengan anak saya.

      Namun saya memutuskan harus membuat batasan mana perilaku yang dapat ditolerir dan mana yang tidak. Perilaku seperti yang berkaitan dengan norma, sopan terhadap orang yang lebih tua, berterima kasih kepada orang lain bila menerima hadiah atau hal yang baik.
      Selain itu untuk hal pendidikan saya juga memutuskan bahwa hal tersebut adalah otoritas saya. Artinya hal2 yang berkaitan mengenai pendidikan keputusan akhirnya harus tetap merupakan keputusan saya. Namun hal ini tetap terbuka untuk dikompromikan.

      Demikian Ibu Mary, semoga sharing ini dapat menjadi sedikit dari pengalaman yang dapat menjadi acuan bagi ibu dalam mendidik putra-putri Ibu.

      Salam,

      Windy

Tinggalkan komentar